Thursday, March 4, 2010

Kisah Menyentuh Hati Dari Tanah India

Isteriku berkata kepada aku yang sedang asyik membaca surat khabar . "Berapa lama lagi kamu baca surat khabar itu? Tolong kamu ke sini dan bantu anak perempuan tersayangmu untuk makan."
Aku meletakkan akhbar dan melihat anak perempuanku satu-satunya, namanya Sindu tampak ketakutan. Air matanya mengalir dan di depannya ada semangkuk nasi berisi nasi susu asam/yogurt (nasi khas India /curd rice).
Sindu anak yang manis dan termasuk pintar dalam usianya yang baru 8 tahun. Dia sangat tidak suka makan curd rice ini. Ibu dan isteriku masih kuno, mereka percaya sekali kalau makan curd rice ada “cooling effect”.
Aku mengambil mangkok dan berkata, "Sindu sayang, demi ayah, mahukah kamu makan beberapa sendok curd rice ini? Kalau tidak, nanti ibumu akan bising-bising sama ayah." Aku dapat merasakan isteriku merungut di belakangku.
Tangis Sindu mereda dan ia menghapus air mata dengan tangannya sambil berkata, “Boleh ayah akan saya makan curd rice ini tidak hanya beberapa sendok tapi semuanya akan saya habiskan. Tapi saya akan minta..” agak ragu2 sejenak “.. Akan minta sesuatu sama ayah bila habis semua nasinya. Apakah ayah mau berjanji memenuhi permintaan saya?”
Aku menjawab “Oh pasti, sayang.”
Sindu tanya sekali lagi, “Betul ayah ?”
Ya pasti!" Sambil menggenggam tangan anakku sebagai tanda setuju.
Sindu juga mendesak ibunya untuk janji hal yang sama. Isteriku menepuk tangan Sindu yang merengek sambil berkata tanpa emosi, " Janji."
Aku sedikit khawatir dan berkata, “Sindu jangan minta komputer atau barang lain yang mahal ya, kerana ayah saat ini tidak punya wang.”
Sindu menjawab, "Jangan khawatir, Sindu tidak minta barang-barang mahal."
Kemudian Sindu dengan perlahan-lahan dan kelihatannya sangat menderita, dia bertekad menghabiskan semua nasi susu asam itu. Dalam hatiku aku marah sama isteri dan ibuku yang memaksa Sindu untuk makan sesuatu yang tidak disukainya.
Setelah Sindu melewati 'penderitaannya', dia mendekatiku dengan gaya pandangan mata penuh berharap. Dan semua perhatian (aku, isteriku dan juga ibuku) tertuju kepadanya. Ternyata Sindu meminta untuk kepalanya dibotakkan! Isteriku spontan berkata, "permintaan gila, anak perempuan botak, tidak mungkin!" Juga ibuku menggerutu, "Jangan terjadi dalam keluarga kita, dia terlalu banyak menonton TV dan terpengaruh."
Aku cuba memujuknya, "Sindu sayang, kenapa kamu tidak minta hal yang lain. Kami semua akan sedih melihatmu botak." Tapi Sindu tetap dengan pilihannya, "Tidak ada ayah, tak ada keinginan lain." kata Sindu.
Sindu dengan menangis berkata, "Ayah sudah melihat bagaimana menderitanya saya menghabiskan nasi susu asam itu dan ayah sudah berjanji untuk memenuhi permintaan saya. Kenapa ayah sekarang mau menjilat ludah sendiri? Bukankah ayah sudah mengajarkan pelajaran moral, bahwa kita harus memenuhi janji kita terhadap seseorang apapun yang terjadi seperti Raja Harishchandra (raja India zaman dahulu kala) untuk memenuhi janjinya rela memberikan tahta, harta kekuasaannya, bahkan nyawa anaknya sendiri." Panjang berjela rengekkan Sindu kali ini.
Sekarang aku memutuskan untuk memenuhi permintaan anakku, janji kita harus ditepati. Secara serentak isteri dan ibuku berkata, "Apakah kamu sudah gila?" "Tidak", jawabku, "kalau kita menjilat ludah sendiri, dia tidak akan pernah belajar bagaimana menghargai dirinya sendiri."
Sindu, permintaanmu akan kami penuhi. Dengan kepala botak, wajah Sindu nampak bundar dan matanya besar dan bagus.
Hari Isnin, aku menghantarnya ke sekolah. Sekilas aku melihat Sindu botak berjalan ke kelasnya dan melambaikan tangan kepadaku. Sambil tersenyum aku membalas lambaian tangannya.
Tiba-tiba seorang anak lelaki sebayanya keluar dari sebuah kereta sambil berteriak, "Sindu, tunggu saya." Yang mengejutkanku ternyata, kepala anak lelaki itu juga botak!
Aku berfikir mungkin botak model trend zaman sekarang.
Tanpa memperkenalkan dirinya seorang wanita keluar dari kereta itu dan berkata, “Anak anda, Sindu benar-benar hebat. Anak lelaki yang jalan bersama-sama dia sekarang, Harish adalah anak saya. Dia menderita kenser leukemia.”
Wanita itu berhenti sejenak, menangis tersedu-sedu, “Bulan lalu Harish tidak masuk sekolah, kerana rawatan kemo-terapi, kepalanya menjadi botak. Jadi dia tidak mau pergi ke sekolah takut diejek oleh teman sekelasnya. Minggu lalu Sindu datang ke rumah dan berjanji kepada anak saya untuk mengatasi ejekan yang mungkin terjadi. Hanya saya betul-betul tidak menyangka kalau Sindu mau mengorbankan rambutnya yang indah untuk anakku Harish. Tuan dan isteri tuan sungguh diberkati Tuhan mempunyai anak perempuan yang berhati mulia.”
Aku berdiri terpaku dan menangis. Malaikat kecilku, mengajarku akan erti kasih..

Notas:
- Kadang-kadang kita tak nampak tentang sesuatu kebaikan/kecantikan, disebalik sesuatu yang kita sangka jelek.
- Fahami erti kasih sebenar.
- Belajarlah tentang apa disebalik yang tersirat. Memang tak mudah, namun mungkin tak juga susah.

No comments:

Post a Comment